Ada tiga produk agroindustri cacing tanah. Pertama, sebagai jasa
penghancur sampah organik. Hasil kedua berupa kascing (bekas cacing,
kotoran cacing), pupuk organik berkualitas tinggi. Hasil ketiga cacing
tanah itu sendiri sebagai pakan unggas, terutama itik, dan pakan ikan
konsumsi.
Akhir tahun 1990an, pernah terjadi heboh agroindustri
cacing tanah. Info yang disampaikan ke masyarakat, harga cacing tanah
mencapai Rp 250.000 per kg, dengan kebutuhan tanpa batas. Produk cacing
tanah itu akan diekspor ke Hongkong, sebagai bahan obat dan kosmetik.
Ternyata info itu bohong. Penyebar info hanya ingin menjual benih dengan
harga tinggi, serta menyelenggarakan kursus beternak cacing. Satu per
satu para peternak cacing itu berguguran. Di antara mereka tetap ada
yang bertahan sampai sekarang.
Semua sampah organik, baik
bahan nabati maupun hewani, akan dihancurkan oleh cacing tanah. Sampah
organik limbah rumah tangga yang dimasukkan dalam kontainer, misalnya
ember plastik, akan cepat sekali hancur apabila diberi cacing tanah.
Selain bahan organik yang tidak tercerna tetapi sudah terkomposkan,
dalam kontainer ini juga akan dihasilkan kotoran cacing yang disebut
kascing. Kascing berupa serbuk, dengan butiran berbentuk kapsul
sepanjang 1 mm, diameter 0,5 mm, berwarna hitam kecokelatan. Biasanya
kascing akan mengumpul di bagian atas kontainer, dan bisa diambil untuk
dikeringkan, atau langsung digunakan sebagai pupuk organik. Kascing
mengandung hormon giberelin, sitokinin, auksin, dan asam humat, yang
mampu meningkatkan mikroorganisme tanah seperti Azotobacter,
Azosprilium, Aspergillus, Bacillus, dan Lactobacillus. Mikroorganisme
ini sangat diperlukan tanaman.
Cacing tanah untuk agroindustri
adalah cacing merah genus Lumbricus. Bentuk cacing tanah Lumbricus
pipih, penampang 0,5 cm, lembek, dan gerakannya lamban. Warnanya cokelat
kemerahan, dengan panjang maksimal 8 cm. Cacing tanah genus Lumbricus,
mudah dibedakan dengan cacing tanah genus Pheretima, yang lazim disebut
cacing kalung. Bentuk cacing tanah genus Pheretima bulat, kekar,
penampang 0.7 cm, dan gerakannya gesit. Warna cacing tanah Pheretima
cokelat terang keunguan, dengan panjang maksimal 12 cm. Kascing
Lumbricus berbentuk butiran, sedangkan kascing Pheretima berupa gumpalan
lengket, yang berukuran lebih besar, dan lebih lama keringnya. Budidaya
cacing tanah genus Pheretima tidak seekonomis genus Lumbricus.
Di dunia ini total ada sekitar 6.000 spesies cacing tanah, tetapi hanya 120 spescies yang penyebarannya cukup luas.
Memelihara
cacing tanah sangat mudah. Benih cacing tanah Limbricus bisa diperoleh
dari alam. Di kandang ternak biasanya terkumpul cacing tanah jenis ini.
Dengan benih sekitar satu genggam, dalam jangka waktu sekitar satu bulan
sudah bisa diperoleh antara dua sampai dengan tiga kilogram cacing
tanah. Cacing tanah dipelihara dalam kotak kayu, plastik, atau wadah
lainnya. Paling praktis menggunakan ember plastik lebar, yang bagian
bawahnya diberi lubang. Wadah ini harus ditaruh di tempat yang
ternaungi, hingga tidak tersiram hujan dan terkena panas matahari
langsung. Ke dalam wadah ini dimasukkan kompos atau pupuk kandang yang
sudah jadi, ditaburkan makanan cacing (bahan nabati), ditaburkan lagi
kompos yang sudah jadi, baru benih cacing dilepas. Tanda bahwa media itu
cocok, cacing yang ditebar akan langsung masuk ke dalamnya. Kalau
cacing menyingkir ke bagian tepi, maka media itu tidak cocok untuk
cacing.
Cacing tidak bisa hidup dalam media yang tercemar sabun
(soda), garam, asam, tanin, dan bahan kimia lainnya. Pakan cacing adalah
sisa-sisa sayuran, kulit buah, daun-daun kering yang jatuh di halaman,
dan potongan rumput. Bahan yang berukuran cukup besar dicincang,
kemudian dibenamkan ke dalam media tempat pemeliharaan. Pemberian pakan
dilakukan selang sekitar tiga hari. Sebelum memberikan pakan tahap
berikutnya, pakan yang diberikan sebelumnya harus terlebih dahulu
dilihat. Kalau pakan itu masih tersisa, maka pemberian pakan berikutnya
bisa ditunda. Sebaliknya apabila pakan itu telah habis dimakan cacing,
pemberian pakan bisa dilakukan. Pembongkaran cacing dilakukan setiap
bulan. Hingga bila ingin memanen kascing dan cacing setiap minggu,
diperlukan antara empat sampai lima unit kandang. Apabila ingin panen
tiap hari, paling sedikit harus disiapkan 30 unit kandang.
Media
pemeliharaan cacing harus selalu disiram, tetapi tidak boleh sampai
basah kuyup. Penyiraman hanya ditujukan agar media tetap lembap. Panen
dilakukan dengan pengambilan cacing, termasuk anaknya, kemudian
pengayakan kascing. Karena berukuran kecil maka kascing akan lolos dari
ayakan, sementara kompos dan media yang belum tercerna akan tetap berada
dalam ayakan. Media yang belum tercerna inilah yang akan dijadikan
bahan memelihara cacing berikutnya. Dalam media ini juga tersimpan telur
cacing yang belum menetas. Cacing yang dipanen diseleksi. Yang
berukuran besar diambil, sementara yang kecil-kecil kembali dilepas ke
dalam wadah pemeliharaan, untuk dipanen satu bulan kemudian.
Harga
kascing berkisar antara Rp 10.000 sampai dengan Rp 20.000, tergantung
dari kualitas serta kadar air yang terkandung di dalamnya. Kascing bisa
dikemas dalam kantung plastik ukuran 1 kg, 2 kg, 5 kg, 10 kg, dan 25 kg.
Kascing adalah pupuk berkualitas tinggi untuk budidaya cabai, kentang,
bawang merah, dan tanaman hias. Masyarakat perkotaan yang memanfaatkan
cacing sebagai penghancur sampah, bisa menggunakan kascing untuk media
tanam dalam pot. Baik untuk budidaya tanaman hias, sayuran, maupun
tanaman obat. Kascing bisa pula untuk memupuk tanaman yang ada di
halaman rumah, termasuk rumput. Kandungan hormon perangsang tumbuh pada
kascing, membuat tanaman yang dipupuk dengan bahan ini menjadi lebih
sehat, dengan hasil yang mampu meningkat sampai 100% dari yang tidak
dipupuk dengan kancing.
Dengan harga kascing Rp 10.000 per kg,
sebenarnya agroindustri cacing sudah cukup menguntungkan. Terlebih kalau
juga memperhitungkan hasil cacingnya. Namun memasarkan cacing lebih
sulit dibanding dengan kascingnya. Hingga idealnya agroindustri cacing
tanah, harus disertai dengan pemeliharaan lele, belut, atau itik. Baik
itik pedaging maupun petelur. Komponen terbesar (70%), biaya peternakan
ikan dan itik adalah pakan. Pakan ikan dan unggas, terdiri dari 50%
karbohidrat, 30% protein nabati, dan 20% protein hewani. Meskipun
komponen protein hewani paling kecil volumenya, namun harganya paling
tinggi. Dengan memanfaatkan cacing tanah, maka komponen biaya pakan bisa
ditekan. Cacing tanah bisa diberikan segar secara langsung sebagai
pakan ikan atau unggas, bisa pula dengan dicampurkan ke dalam adonan
pakan, bersamaan dengan karbohidrat dan protein nabati.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar